Tantangan PTKN, Merjadi Tema Kuliah Perdana IAKN Ambon yang disampaikan oleh Sekjen Kemeng RI

Administrator No Comments 03 Oktober 2022

Dalam Acara Pengukuhan Guru Besar IAKN Ambon Dalam Bidang Ilmu Agama Dan Lintas Budaya Prof. Dr. Yance Zadrak Rumahuru, S.Si, MA (Rektor IAKN Ambon) yang dilakukan Dalam Sidang Senat Terbuka IAKN Ambon Senin 03/10/2022, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI Prof. Dr. H. Nizar Ali, M.Ag selain hadir untuk mengukuhkan sang Profesor, Beliau juga berkenan memberikan Kuliah Perdana Tahun Akademik 2022/2023 bagi Sivitas Akademika IAKN Ambon, dengan tema, “Tantangan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri”

 

Dalam paparan kuliah unumnya Prof. Dr. H. Nizar Ali, M.Ag mengemukakan beberapa hal perting diataranya bahwa, Dewasa ini Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) sudah memperoleh kepercayaan tinggi dari masyarakat sebagai perguruan tinggi pilihan utama. Hal ini dibuktikan dengan jumlah peminat setiap tahunnya sangat tinggi, Sehingga terjadi peningkatan jumlah mahasiswa pada PTKN yang hampir menyentuh angka satu juta mahasiswa dan Kepercayaan masyarakat ini tentu menjadi amanah yang harus kita tunaikan dengan menghadirkan layanan pendidikan yang bermutu serta adaptif dan relevan dengan perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan kepemimpinan perguruan tinggi yang adaptif dan responsif dengan berbagai tantangan yang dihadapi dunia pendidikan tinggi saat ini.



 

TANTANGAN PADA PTKN Menurut Prof. Nizar adalah :

 

Pertama, Kompetensi Abad 21 merupakan tujuan dari penyelenggaraan pendidikan yang kita lakukan, yakni memastikan bahwa lulusan perguruan tinggi kita memiliki kompetensi yang dibutuhkan di Abad 21. Banyak sekali ahli atau institusi internasional yang bereputasi baik merumuskan hasil risetnya tentang kemampuan apa saja yang dibutuhkan lulusan kita guna menghadapi berbagai tantangan di Abad 21. Namun yang paling popular adalah yang dirilis oleh US based Partnership for 21st Century Skills (P21), dimana ditegaskan bahwa ketrampilan Abad 21 terdiri dari 4C, yaitu: communication, collaboration, critical thinking, dan creativity.

Oleh karena itu, maka perguruan tinggi harus memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan yang di jalankan sudah berorientasi untuk memenuhi ketrampilan Abad 21 tersebut. Perguruan tinggi harus mampu menghadirkan perguruan tinggi yang menjamin bahwa budaya organisasi yang dikembangkan telah berorientasi pada pemenuhan ketrampilan Abad 21 lulusannya. Ketrampilan Abad 21sendiri dikembangkan tidak lepas dari

4 prinsip pendidikan universal yang dirilis oleh UNESCO, yakni:

 

1.    Learning to know. Lingkungan belajar atau proses pendidikan di perguruan tinggi harus mendukung mahasiswa memperoleh pengetahuan baru yang relevan (bermakna) bagi dirinya. Karena pengetahuan yang dimilikinya bermakna, maka timbul kemauan untuk belajar sepanjang hayat. Pada prinsip ini, pengetahuan yang dibangun didorong lebih konprehensif atau interdisipliner. Adapun empat tema khusus pengetahuan yang relevan dengan kebutuhan mutakhir adalah: (1) kesadaran global dan digital;

(2) literasi finansial, ekonomi, bisnis, dan kewirausahaan;

(3) literasi kewarganegaraan; dan

(4) literasi kesehatan;

 

2. Learning to do. Prinsip ini mendorong bahwa lingkungan perguruan tinggi harus mampu membekali berbagai kompetensi yang mendukung mahasiswa untuk dapat berkarya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Mahasiswa diharapkan mampu menghubungkan antara pengetahuan dengan ketrampilan, kreatifitas dengan adaptif, serta mampu mentransformasikan semua aspek tersebut ke dalam ketrampilan yang berharga (produktif). Beberapa ketrampilan yang diharapkan dalam prinsip ini  diantaranya:

(1) ketrampilan berpikir kritis;

(2) kemampuan menyelesaikan masalah;

(3)  kemampuan dalam berkomunikasi dan berkolaborasi;

(4) kemampuan melakukan kreativitas dan inovasi; dan

(5)  kemampuan penguasaan literasi informasi, media, komunikasi, dan teknologi;

 

3.    Learning to be. Untuk menjadi seseorang yang unggul, tidak cukup hanya dibekali dengan intelektual, tapi juga harus didukung dengan kepribadian yang unggul, yaitu pribadi yang memegang teguh prinsip-prinsip kebenaran, kejujuran, dan berkarakter. Peserta didik seperti ini mampu menanggapi kegagalan serta menghadapi konflik dan krisis dengan baik, serta siap menghadapi berbagai tantangan yang menyertai Abad 21. Pribadi seperti ini akan mampu bekerja dan bekerja sama dengan beragam kelompok dalam berbagai jenis pekerjaan dan lingkungan social, dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Adapun ketrampilan yang relevan di wujudkan melalui prinsip ini adalah:

(1) ketrampilan sosial dan lintas budaya;

(2) tanggung jawab, pengendalian diri, dan inisiatif;

(3) ketrampilan berpikir logis;

(4) ketrampilan peta kognitif;

(5) kemampuan berpikir kewirausahaan; dan

(6) pembelajar sepanjang hayat;

 

4.    Learning to life together. Prinsip ini sangat bermakna bagi kehidupan di Abad 21. Kesadaran bahwa bumi ini milik bersama, orang lain memiliki hak yang sama dengan diri kita, bahkan kesadaran bahwa bumi dan alam semesta ini diperuntukkan bagi seluruh makhluk tidak hanya diperuntukkan bagi spesies manusia, ini sangat penting. Kesadaran bahwa kita di alam ini hidup bersama-sama dengan orang lain dan makhluk lain, akan menyelamatkan alam ini dari kehancuran. Kehancuran bisa dalam bentuk bencana, atau konflik antar kelompok manusia. Di samping itu, kesadaran hidup bersama ini juga akan mampu memberikan kontribusi penting dalam peradaban umat manusia di Abad 21.

Adapun beberapa ketrampilan penting dalam prinsip ini adalah:

(1) menghargai keanekaragaman;

(2) teamwork dan interconnectedness;

(3) civic dan digital citizenship;

(4) kompetensi global; dan

(5) kompetensi antar budaya.

Untuk mewujudkan proses pendidikan yang relevan dengan 4 prinsip pendidikan Unesco serta menjawab kebutuhan pendidikan Abad 21, maka dibutuhkan sosok pimpinan yang transformative, yakni pemimpin yang berpikiran terbuka dan berwawasan luas tentang segala perkembangan dewasa ini.

 

Kedua, konsekuensi dari kehadiran Revolusi Industri 4.0. Saat ini kita berada di zaman yang mengandalkan konsep digitalisasi dan otomisasi. Sebuah konsep yang bisa bekerja tanpa membutuhkan tenaga manusia. Konsep otomisasi inilah yang kemudian menghadirkan konsep smart campus. Smart campus ini ditandai dengan hadirnya proses tatakelola lembaga pendidikan yang memanfaatkan media digital, sistem otomisasi, serta artificial intelligence (AI).

Revolusi Industri 4.0 ini telah mendorong terjadinya banyak perubahan secara fundamental di segala sektor. Hal ini tentu saja berdampak pada berubahnya ekosistem pendidikan di lingkungan kita. Beberapa perubahan fundamental sebagaimana dimaksud diantaranya:

1.    Pertama, berubahnya pola hidup manusia (the changing nature of life). Revolusi Industri 4.0 telah mendorong terjadinya perubahan secara massif dan ekstrim (disruptif) terhadap pola hidup sebagian banyak orang. Hampir tidak ada lagi aktivitas keseharian kita yang tidak dibantu oleh teknologi. Perubahan perilaku hidup ini mendorong berubahnya ekspektasi masyarakat terhadap tatakelola lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dituntut dapat melakukan berbagai inovasi berbasis teknologi dalam menghadirkan layanan pendidikan kepada masyarakat.

2.    Kedua, berubahnya ekosistem kerja (the changing nature of work). Tidak hanya cara hidup, disrupsi pun berdampak pada ekosistem dunia kerja yang pada akhirnya mendorong hadirnya berbagai profesi baru dan menghilangkan profesi-profesi lama yang tidak lagi relevan. Saat ini kita sudah saksikan lahirnya berbagai aneka pekerjaan baru yang menggunakan basis teknologi. Kehadiran berbagai platform marketplace seperti Bukalapak, Shopee, OLX, bahkan Go-Jek dan Grab adalah contoh nyata dari perubahan di sektor ekonomi yang diakibatkan oleh Revolusi Industri 4.0. Kondisi ini tentu juga akan mengubah ekspektasi masyarakat terhadap peran perguruan tinggi sebagai pranata sosial dalam membentuk individu-individu unggul di masa yang akan datang. Perguruan tinggi harus mampu merumuskan ulang jenis keahlian apa saja yang dibutuhkan oleh lulusannya supaya tetap relevan dengan tuntutan masyarakat. Jadi, menjadi tetap relevan merupakan harga mati jika perguruan tinggi kita ingin tetap eksis di tengah arus perkembangan teknologi saat ini. Rhenald Kasali (2018) salah satu pakar dalam hal ini mengatakan, adaptif dengan berbagai perkembangan teknologi adalah satu-satunya upaya supaya keberadaan kita tetap relevan bagi masyarakat.

3.    Ketiga, berubahnya ekosistem pendidikan (the changing nature of education). Tanpa pandemi Covid-19 sekalipun, dunia pendidikan akan bergerak ke arah mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran/pendidikan. Kehadiran Covid-19 hanya mempercepat saja kita ke arah digitalisasi dan otomisasi proses pendidikan. Di sini, teknologi tidak hanya menjadi tools atau media untuk menyampaikan bahan ajar, tapi justeru teknologi menjadi sumber belajar itu sendiri. Ini yang disebut dengan internet of things (IoT) dalam konteks dunia pendidikan. Dengan bantuan teknologi, menjadikan semua orang dapat mengakses sumber pengetahuan dari mana saja dan kapanpun. Berangkat dari bacaan di atas, kita ketahui bahwa teknologi telah mampu mengubah kehidupan bermasyarakat secara fundamental. Dengan demikian, maka dalam konteks Revolusi Industri 4.0 ini, berbicara tentang ekosistem pendidikan tidak lagi sebatas pada dua pilar yaitu pilar kampus (lembaga pendidikan) dan pilar lingkungan (keluarga), tapi di sini teknologi juga menjadi pilar ketiga yang sangat penting dalam mewujudkan ekosistem pendidikan yang adaptif dan responsive dengan dinamika yang terjadi di masyarakat. Dengan peran pilar ketiga yakni teknologi ini, perguruan tinggi akan menjelma sebagai perguruan tinggi yang menjamin seluruh sivitas akademika terkoneksi dengan lingkungan dimana mereka tumbuh dan berkembang. Demikian yang dapat saya sampaikan. Pada akhirnya saya berharap IAKN Ambon akan menjadi perguruan tinggi yang sumberdaya manusianya terus memiliki keinginan kuat untuk meningkatkan kapasitasnya dalam rangka merespon perubahan zaman


Komentar

Leave a Comment

KERJA SAMA